iDea Tenang : Wujud Social Commerce yang Benderang

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyambut dengan baik terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31/2023, yang memberikan pengertian jelas mengenai social commerce. 

Ketua Umum idEA, Bima Laga menyampaikan, dengan terbitnya revisi Permendag No.50/2020 definisi dari social commerce yang selama ini diperdebatkan telah menjumpai titik terang.

“Pada hakikatnya idEA selalu mendukung dan berpendirian menurut regulasi yang diberlakukan Pemerintah, dengan diterbitkannya peraturan ini maka definisi social commerce yang selama ini diperdebatkan sudah menemui titik terang,” ujar Bima, dikutip dari Bisnis.com, Kamis (28/09/2023).

Bima mengharapkan, dengan adanya aturan tersebut kedepannya dapat diimplementasikan oleh seluruh pemain lokapasar maupun platform digital lain di Tanah Air.

Tak hanya itu, sosialisasi terkait aturan ini diharapkan bisa dilakukan secara komprehensif kepada pelaku usaha dan menjadi wadah bagi platform berdiskusi dan berkonsultasi dengan Kementerian Perdagangan demi kebaikan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

Pemerintah juga diminta untuk melanjutkan agenda ini dengan memberikan penguatan secara riil terhadap pelaku UMKM, utamanya mitigasi kepada UMKM yang terdampak akibat pemisahan platform social commerce.

Diketahui bahwa, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan baru-baru ini menerbitkan Permendag No.31/2023. Aturan ini dibuat untuk mendukung pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri, melindungi konsumen, mendorong perkembangan perdagangan melalui sistem elektronik, serta memperhatikan perkembangan teknologi yang dinamis, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.

Salah satu poin yang tercatum dalam revisi Permendag No.50/2020 itu ialah social commerce hanya diperbolehkan sebagai sarana untuk memberikan penawaran barang dan atau jasa.

“PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem Elektroniknya,” bunyi Pasal 21 ayat 3, dikutip Kamis (28/09/2023).  Kemudian, social commerce dan marketplace dilarang bertindak sebagai produsen sebagaimana tertuang dalam pasal 21 ayat 2. 

“PPMSE dengan model bisnis lokapasar (marketplace) dan/atau social commerce dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang,” bunyi beleid tersebut. (AA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *