Tutup Gerai Singapura, Flash Coffee Cabang Indonesia Terancam Kena Imbas

Flash Coffee diperkirakan akan memperluas aksi penutupan kedai kopi hingga ke Indonesia karena persaingan yang ketat. Flash Coffee baru saja menutup seluruh kedai mereka di Singapura, markas utama Flash Coffee.

Ketua Umum Indonesia Digital Empowering Community (Idiec), Tesar Sandikapura mengatakan jika kantor pusat lemah, kantor cabang tentu akan terdampak. Ditambah oleh Tesar, kedai kopi di Indonesia sudah didominasi oleh Janji Jiwa dan Kopi Kenangan.

“Saya rasa iya, kalau kantor pusatnya sudah lemah, pasti kantor cabangnya ikut lemah. Kecuali, memang secara pasar Flash Coffee laku di Indonesia,” ujar Tesar, Selasa (17/10/2023).

Flash Coffee dikabarkan menutup seluruh gerainya di Singapura. Akan tetapi, perusahaan disebut masih terutang gaji karyawan. Untuk gaji September 2023 saja, karyawan yang sudah menerimakan gaji baru 25%.

Lanjut Tesar, strategi bisnis dari Flash Coffee juga dinilai sudah salah dari awal. Tesar mengatakan kehadiran gerai kedai kopi ini seakan memaksakan pasar.

“Modalnya dipaksakan. Jadi sekadar ada dahulu (Flash Coffee) dan orang bisa beli, tetapi bukan karena pasar yang minta,” lanjut Tesar.

CEO dari perusahaan riset Singapura, Momentum Works Jianggan Li menilai dengan tutupnya Flash Coffee dikarenakan strategi bisnis yang sudah salah dari awal. Jianggan mengatakan bahwa pendanaan US$50 juta atau sekitar Rp736 miliar yang terjadi pada Mei 2023 ternyata sudah diperoleh hampir setahun sebelumnya. Alhasil, pada pengumuman pendanaan berlangsung, sebagian besar uang telah dibelanjakan karena ekspansi agresif.

“Namun, mereka tidak menyadari kondisi pendanaan yang memburuk dengan cepat,” kata Jianggan.

Akibatnya, Flash Coffee mengalami lingkaran setan selama setahun terakhir. Para pendiri harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencari dana, padahal mereka seharusnya lebih berfokus pada peningkatan produk dan operasional. Alhasil, kualitas produk dan operasional jadi memburuk dan investor akan lebih berhati-hati dalam memberikan pendanaan.

“Permasalahan pada produk pada akhirnya disebabkan oleh permasalahan yang lebih besar dalam kepemimpinan, organisasi, dan sumber daya manusia,” tutup Jianggan. (AA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *